Ibu Bangsa Dorong Perjuangan Politik Kesetaraan dan Keadilan

Jackiecilley.com – Setiap Desember, isu peringatan Hari Ibu di Indonesia menjadi bahan perdebatan. Banyak yang menilai halal tersebut menguatkan konsep ibuisme, di mana peran perempuan dipersempit hanya sebagai pengurus rumah tangga. Sebagian aktivis perempuan mendorong pengakuan terhadap Hari Pergerakan Perempuan sebagai tanda sejarah emansipasi. Ketegangan ini menuntut masyarakat untuk memilih antara merayakan ‘ibu’ atau ‘pergerakan’ perempuan.

Peringatan Hari Ibu ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden No 316 Tahun 1959 oleh Presiden Sukarno, sebagai pengakuan atas peran politik perempuan. Namun, langkah ini tidak lepas dari akar sejarah, yaitu Kongres Perempuan Indonesia I pada 1928, yang mempertemukan beragam organisasi perempuan dan membahas isu-isu strategis seperti pendidikan dan hak politik.

Sayangnya, di bawah pemerintahan Orde Baru, makna Hari Ibu dialihkan menjadi narasi pengabdian semata, mengurangi peranan politiknya. Hal ini berujung pada pembajakan konsep ‘ibu’ menjadi apolitis. Menanggapi masalah ini, feminisme Pancasila memandang perempuan sebagai subjek politik dan bukan sekadar simbol domestik.

Manifesto Ibu Bangsa 2025 menjadi salah satu langkah maju dalam memulihkan makna tersebut. Di dalamnya, dibahas isu-isu fundamental seperti kekerasan berbasis gender, ketimpangan ekonomi, dan representasi perempuan dalam politik. Pendekatan ini menekankan bahwa kesetaraan bukan hanya soal simbol, tetapi harus berakar pada realitas kehidupan perempuan.

Melalui Musyawarah Ibu Bangsa 2025, perempuan Indonesia bertujuan untuk menciptakan arah pembangunan yang lebih inklusif, memastikan suara mereka didengar dalam setiap pengambilan keputusan. Dengan demikian, baik ‘ibu’ maupun ‘pergerakan’ dapat bersinergi dalam membangun masa depan bangsa yang lebih berkeadilan.