25 Agustus 2025 – Pada Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2025, Hermina Mawa, seorang perempuan adat berusia 51 tahun dari Nusa Tenggara Timur, mengungkapkan dampak pembangunan Waduk Lambo terhadap komunitasnya. Dalam acara yang berlangsung pada 9 Agustus lalu di Kasepuhan Guradog, Banten, Hermina berbagi mengenai pentingnya tanah bagi masyarakat adat, menyebutnya sebagai simbol kehidupan.
Waduk Lambo, yang rencananya menjadi Proyek Strategis Nasional, telah memicu perlawanan dari masyarakat setempat, yang merasa kehilangan lahan hidup. Kegiatan pertanian dan beternak mereka terancam hilang, berjarak 2.300 kilometer dari tempat tinggal asli mereka. Hermina dan rekan-rekannya, dalam delapan tahun terakhir, berjuang agar hak atas tanah ulayat mereka tetap diakui.
Pembangunan yang dimulai pada 2001 ditunda setelah penolakan masif, namun kini proyek tersebut kembali mencuat dengan keterlibatan aparat dalam survei lokasi. Bentrokan antara warga dan pihak proyek sudah sering terjadi, menambah ketegangan di antara masyarakat yang belum menemukan titik temu dalam dialog dengan pemerintah terkait ganti rugi. Menurut Kepala Desa Rendubutowe, warga menerima lahan baru seluas 80 meter persegi tetapi tanpa penyelesaian yang jelas mengenai ganti rugi tanah serta kehilangan identitas budaya.
Berdasarkan pengakuan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, proses pengadaan tanah dilakukan dengan skema ganti uang, memberi warga pilihan yang terbatas untuk relokasi. Saat ini, situasi menyebabkan konflik sosial dan terbatasnya akses terhadap sumber penghidupan, terutama bagi perempuan yang berperan sebagai tulang punggung keluarga.
Komunitas adat di Nusa Tenggara Timur bersikeras dalam perjuangan mereka, meskipun tantangan sangat besar, mereka tetap bertekad untuk mempertahankan tradisi dan identitas mereka di tengah dinamika pembangunan.