28 Juni 2025 – DPR RI merespons positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemisahan pemilu nasional dan daerah mulai tahun 2029. Keputusan ini dianggap sebagai momentum strategis untuk memperbaiki tata kelola politik nasional dan daerah, terutama dalam menyelaraskan undang-undang yang berlaku.
DPR Siap Menyelaraskan UU Pemilu
DPR, melalui Wakil Ketua Komisi II, Zulfikar Arse Sadikin, menyatakan penghormatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan kesiapan segera merevisi Undang‑Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum agar selaras dengan putusan tersebut. Ia menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat, sehingga DPR sebagai pembentuk undang‑undang berkewajiban menyesuaikannya.
Tujuan Penyelarasan UU
Upaya revisi UU Pemilu akan mencakup pengkodifikasian regulasi pilkada ke dalam UU Pemilu, sesuai arah RPJPN 2025–2045. Ini diharapkan menciptakan kerangka hukum yang lebih sistematis dan konsisten dengan struktur negara kesatuan desentralistik.
Jadwal Transisi dan Revisi
Pembaruan UU harus mengatur masa transisi, termasuk perpanjangan atau penyesuaian masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD hasil pemilu sebelumnya, agar tidak terjadi tumpang tindih periode jabatan.
Pentingnya Pemisahan untuk Efisiensi dan Fokus Pemilih
DPR menyambut pemisahan ini sebagai solusi ketat yang memudahkan pemilih dalam menentukan pilihannya. Zulfikar menilai pembelahan jadwal akan mengurangi beban penyelenggara, seperti KPU dan Bawaslu, sehingga efektivitas pelaksanaan jadi lebih tinggi.
Dampak pada Beban Penyelenggara
Selama ini, pelaksanaan pemilu nasional dan daerah secara serentak menyebabkan tahapan padat dan tekanan besar bagi petugas, seperti yang terungkap pada Pemilu 2019, yang bahkan berdampak pada kondisi kesehatan petugas.
Penguatan Posisi Penyelenggara
Dengan pemisahan, posisi lembaga penyelenggara pemilu akan semakin kuat sebagai institusi permanen, bukan lembaga ad hoc, sehingga kredibilitas dan kapabilitas mereka dapat berkembang lebih optimal.
Budaya Politik Baru dan Desentralisasi Efektif
Zulfikar menyoroti bahwa pemisahan pemilu dapat memunculkan budaya politik baru yang lebih menekankan efektivitas pemerintahan daerah. Isu lokal dapat mendapatkan perhatian khusus tanpa terombang-ambing dalam isu nasional.
Kemandirian Politik Lokal
Saat ini, isu daerah kerap tenggelam dalam agenda nasional saat pemilihan serentak. Dengan pemisahan jadwal, kandidat dan pemilih di daerah dapat benar-benar fokus pada persoalan dan program daerah, sehingga pembangunan lokal semakin proporsional.
Konsolidasi Demokrasi di Tingkat Lokal
pemisahan pemilu juga akan mendorong partai untuk menyiapkan kader daerah yang lebih matang, bukan hanya kandidat populer. Ini diharapkan memperkaya kualitas demokrasi lokal dan mendorong partai untuk memperkuat basis di daerah.
Kronologi Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi, melalui Putusan Nomor 135/PUU‑XXII/2024, mengabulkan permohonan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah secara serentak tidak sesuai dengan semangat konstitusi.
Menurut Mahkamah Konstitusi (MK), penyelenggaraan pemilu nasional (pemilihan presiden, DPR, DPD) dan daerah (DPRD dan kepala daerah) harus dipisahkan dengan jeda minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
Pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi (MK) mencermati berbagai risiko dari pemilu serentak selama dua dekade terakhir, antara lain tahapan yang padat, partai menumpuk calon di posisi populer, serta kelelahan pemilih. Oleh sebab itu, pemisahan jadwal dianggap solusi realistis dan konstitusional.
Kesimpulan
Pemisahan pemilu nasional dan daerah mulai 2029 menjadi titik balik dalam pengelolaan demokrasi Indonesia. DPR menyambut baik dan mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK), serta siap untuk menyusun dan merevisi regulasi sesuai tuntutan baru ini.
Langkah ini diharapkan meningkatkan fokus pemilih, efisiensi penyelenggara, dan menguatkan tata kelola politik lokal, sehingga menyemai budaya politik yang lebih sehat dan berorientasi pada pembangunan daerah.